Nama
: Rima Farida
Nim
:14-03000358-31
Paradigma
Pendidikan
A. Pengertian
Paradigma Pendidikan
Kata Paradigma dalam bahasa Inggris
adalah "paradigm" yang berarti “model”. Sedangkan Barker menyatakan
bahwa kata "paradigma" berasal dari bahasa Yunani yaitu "Paradeigma",
yang juga berarti model, pola, dan contoh. Menurut istilah, Adam Smith
mendefinisikan paradigma sebagai cara kita memahami kehidupan, seperti air bagi
ikan. William
Harmon menulis bahwa paradigma adalah cara yang mendasar dalam memahami,
berfikir, menilai, dan cara mengerjakan sesuatu yang digabungkan dengan visi
tentang kehidupan tertentu.
Sedangkan Barker sendiri
mendifinisikan paradigma sebagai seperangkat peraturan dan ketentuan (tertulis
maupun tidak) yang melakukan dua hal yaitu dia menciptakan
atau menentukan batas-batas dan dia
menjelaskan kepada anda cara untuk berperilaku di dalam batas-batas tersebut
agar menjadi orang yang berhasil. Dari
beberapa definisi yang dikemukakan di atas, tampaklah bahwa paradigma adalah
cara dan pola yang mendasari pemahaman, penilaian, peraturan, dan pedoman dalam
mengerjakan sesuatu. Jadi, "paradigma baru" berarti cara atau pola
baru dalam melakukan sesuatu. Paradigma
ilmu dirumuskan oleh Kuhn sebagai kerangka teoritis, atau suatu cara memandang
dan memahami alam, yang telah digunakan oleh komunitas ilmuwan sebagai
pandangan dunianya. Paradigma ilmu ini berfungsi sebagai lensa, sehingga
melalui lensa ini para ilmuwan dapat mengamati dan memahami masalah-masalah
ilmiah dalam bidang masing-masing dan jawaban-jawaban ilmiah terhadap
masalah-masalah tersebut.
Paradigma diartikan sebagai alam
disiplin intelektual, yaitu cara pandang seseorang terhadap diri dan
lingkungannya yang akan memengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap
(afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat
asumsi, konsep, nilai, dan praktek yang diterapkan dalam memandang realitas
kepada sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektul. Sehingga paradigma pendidikan adalah suatu cara memandang dan memahami
pendidikan, dan dari sudut pandang ini kita mengamati dan memahami
masalah-masalah pendidikan yang dihadapi dan mencari cara mengatasi
permasalahan tersebut.
B. Macam-Macam Paradigma Pendidikan
Macam-Macam
Paradigma Pendidikan adalah sebagaiberikut :
1.
Paradigma Behavioristik
Dalam Pendidikan
Dalam dunia pendidikan selama ini
dikenal paradigma klasik yang disebut paradigma behavioristik. Paradigma
ini muncul terutama pada tahun 1930-an. Paradigma ini dipelopori oleh Pavlov
(1849-1936), Watson (1878-1958), Skinner dan Thorndike (1874-1949).Paradigma ini
cukup berpengaruh dalam dunia pendidikan sampai pada tahun 1960-1970-an di
barat dan bahkan sampai 1990-an di Indonesia. Paradigma behavioristik atau
perilaku sosial ini dapat dilihat dalam berbagai bentuk pengembangan menejemen
pendidikan yang mendasarkan pada pemikiran positivisme, empirisme, teknokrasi
dan manajerialisme. Ia merupakan reaksi terhadap model pmbelajaran sebelumnya
yang menganut perspektif gcstalt yang memfokuskan pada cara kerja pemikiran
kognitif. Perspektif yang dikembangkam oleh
Piaget dan Vygotsky ini dianggap oleh penganut paradigma behavioristik memiliki
kelemahan karena tidak memfokuskan langsung kepada gerakan-gerakan tubuh dan
gejala internal tubuh yang bisa diamati. Pavlov
menunjukan hubungan yang simple antara stimulus dan respon dalam pengajaran
untuk membentuk perilaku organisme.
Sementara itu Watson (1878-1958)
yang memperkenalkan istilah
behaviorisme
mengembangkan gagasannya berdasarkan apa yang di rintis Pavlov. Ia
mengembangkan pemikiran bahwa bentuk substitusi satu stimulus terhadap yang
lain. Hal ini di lakukan dengan asumsi bahwa cara berfikir manusia mekanistik,
dan bukan merupakan proses kerja mental.
Thorndike
(1913-1931) banyak memberi sumbangan pengembangan paradigma behavioris dengan
mengeksplorasi dampak perilaku tertentu terhadap perilaku tetentu lainnya.
Temuannya menghasilkan rumus yang berlaku secara umum yang disebut dengan hukum
pengarih (law of effect). Dalam hukum pengaruh ini dikatakan bahwa respon kuat
akan diberikan apabila situasi dibuat menyenangkan tetapi respon lemah jika
situasi tidak menyenanglan. Implikasinya tindakan yang menghasilkan hal yang
menyenangkan akan cenderung diulang dengan menggunakan lingkungan dan cara yang
sama. Hukum pengaruh inilah yang dijadikan sebagai batu pijakan dalam tindakan.
Menurut
teori ini lingkungan pembelajaran merupakan faktor yang amat menentukan.
Pembelajaran dilihat sebagai pembentukan respon berdasarkan stimulus dari luar.
Hadiah dan sangsi merupakan cara-cara yang diaggap sangat efektif untuk
membentuk dan mengembangkan bakat.
Paradigma ini tidak menempatkan segala sesuatu
pikiran, intelegensia, ego dan berbagai bentuk rasa perorangan yang tak dapat
dijelaskan sebagai sesuatu yang diperhitungkan. Mereka berpandangan ‘tidak ada
hantu dalam sebuah mesin.’ Meskipun mereka mengakui adanya kesadaran dan
pemikiran manusia. Namun hal itu bukan merupakan faktor yang harus
diperhitungkan dalam menyusun strategi pembelajaran. Dalam hal menyusun
pembelajaran, mereka merasa cukup dengan segala sesuatu yang dapat diamati
(observable). Dari pemikiran ini, maka prestasi pembelajaran sering diartikan
sebagai akumulasi dari berbagai skill, pembuatan memori terhadap berbagai fakta
dalam wilayah dan kerangka pengetahuan tertentu. Kesemua itu kemudian membentuk
kebiasaan yang memungkinkan dapat menampilkan hasil dengan cepat.
Guna menerapkan paradigma
behaviouristic yang juga sering disebut sebagai perspektif Skinnerian ini guru
harus merumuskan tujuan pembelajaran tertentu dalam karangan pembelajaran
behaviouristic. Selanjutnya guna menyusun tahapan-tahapan pembelajaran tersebut
secara hirarkis sehingga pada akhirnya sampai pada tujuan tersebut. Sementara
itu siswa ditempatkan pada situasi yang kondusif untuk mencapai pembentukan
perilaku tertentu.
2.
Paradigma Kontruktivistik
Dalam Pendidikan
Paradigma konstruktutivistik beakar
pada filsafat homanisme dan fenomenologi. Namun dalam perkembangnanya,
paradigma ini juga mengambil sejumlah gagasan yang di kembangkan oleh filsafat
rasionalisme dan bahkan juga positivisme, meskipun tidak sedominan seperti
dalam paradigma behavioristik. Paradigma konstruktivistik ini di kembangkan
oleh Chomsky dalam Linguistik, Sinom dalam computer scientists, dan
Bruner dalam pengetahuan kognitif dan belakangan beralih ke pendekatan sosial
budaya. Dalam pendidikan dikaitkan dengan nama-nama seperti Piaget dan
Vygotsky. Ahli psikoanalisis juga bergabung denga pradigma ini dan menambah
perspektif ini menjadi lebih kaya, sehingga kemudian popularitas paradigma ini
menggeser popularitas paradigma behaviolistik pada tahun 1960-an.
Paradigma konstruktivisme merupakan
suatu tuntutan baru di tengah terjadinya perubahan besar dalam mamaknai proses
pendidikan dan pembelajaran. Pergeseran paradigma pembelajran yang sebelumnya
lebih menitikberatkan pada peran guru, fasilitator, instruktur yang demikian
besar, dalam perjalanannya semakin bergeser pada pemberdayaan peserta didik atau
siswa dalam mengambil inisiatif dan partisipasi di dalam kegiatan belajar.
Dalam kajian filsafat, berkembangnya konstruktivisme tidak terlepas dari
perubahan pandangan yang cukup lama yang menempatkan pengetahuan sebagai
representasi( gambaran atau ungkapan) kenyataan dunia yang terlepas dari
pengamatan (objektivisme). Pandangan yang menganggap bahwa pengetahuan
merupakan kumpulan fakta. Namun akhir-akhir ini berkembang pesat pemikiran,
terlebih dalam bidang sains yang menempatkan bahwa pengetahuan tidak terlepas
dari subjek yang sedang belajar mengerti.
3.
Paradigma Sosial Kognitif
Dalam Pendidikan
Bredo (1997) mengembangkan paradigma
ini dengan memanfaatkan psikologi fungsional dan filsafat pragmatisme dari
karya James, Deway dan Mead. Ia juga mengaitka dengan nilai – nilai demokratik
serta pemikiran behavioristik. Asumsi dasarnya dibangun berdasarkan prinsip
bahwa individu selalu berdialog dengan lingkungannya. Dalam paradigma social
kognitif, pembelajaran disetting sedemian rupa sehingga siswa bisa menggunakan
sistem pengetahuan yang dimlikinya dan digunakan untuk berdialog dengan
lingkungan. Pembelajaran atau pemikiran dilakukan melalui tindakan yang bisa
mengubah situasi. Situasi yang berubah mengubah cara pembelajaran yang
dilakukan siswa. Gagasan yang terpenting dalam hal ini adalah bahwa
pembelajaran adalah aktifitas yang difasilitasi yang didalamnya terdapat bentuk
– bentuk ragam budaya yang ada menjadi faktor penting.
Dengan demikian pembelajaran dalam
perspektif ini dapat diartikan sebagai aktifitas sosial dan kolaborasi.
Didalamnya siswa mengembangkan pemikirannya bersama – sama. Kelompok kerja
bukan soal pilihan tambahan. Pembelajaran dilakukan secara parsipatoris. Apa
yang dipelajari bukan hanya yang dimiliki individu namun sesuatu yang bisa
dibagikan dengan orang lain, dan oleh karena itu paradigma ini disebut dengan ‘distributed
cognition’ pemikiran yang terbagikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar